Soedibyo, kelahiran Sleman. Yogyakarta, sarjana tekstil
pensiunan pejabat tinggi departemen perindustrian. Sedang istrinya, Mooryati,
yang mungkin lebih banyak diketahui, cucu Raja Surakarta Susuhunan Paku Buwono
X adalah Pribadi mandiri yang sejak usia tiga tahun telah digembleng neneknya,
tinggal bersama di Keputren Keraton. Sebagai wanita pengusaha, Mooryati adalah
produsen berbagai ragam jamu dan kosmetika tradisonal, plus sekian banyak usaha
bisnis lainnya.
Mooryati sangat bersemangat dalam memajukan usahanya. Sesuatu
yang wajar. Bahkan sesungguhnya harus menjadi jati diri setiap pengusaha.
Apalagi karena sifat bisnisnya sebuah produk, menjadi tidak relevan tuduhan
menerima fasilitas. Sebab dalam hal ini, tingkat keberhasilan justru akan
tergantung kepada penerimaan masyarakat pengguna produknya. Sekalipun menikmati
fasilitas berlimpah, banyak produk sejenis juga bertebaran di masyarakat.
Pandangan masyarakat menjadi batu ujian, kualitas produknya baik atau jelek,
punya daya saing atau tidak.
Ada ungkapan klasik. Nabi tidak dikenal di
kampungnya sendiri. Tahun lalu. Mooryati meraih penghargaan dari The Asian
Institute of Management (AIM) di Manila. Philipina. Mooryati terpilih selaku
seorang wanita pengusaha. Asia yang berhasil menerapkan prinsip manajemen
modern (meski produknya tradisonal) dalam bisnis. Penghargaan ini membuktikan,
sebagai wanita pengusaha, lewat penilaian para ahli manajemen Asia, Mooryati
terbukti telah berada di jalur yang benar.”
Mooryati sekarang ini paling tidak tercatat
sebagai direktur utama dari empat perusahaan raksasa. Bisnis utamanya, produsen
jamu dan kosmetika tradional, tetap menjadi andalan. Alumni jurusan bahasa
Inggris. Universitas Saraswati Solo dan pemilik ijazah tingkat V Aliance
Francaise ini, pada kenyataannya juga memimpin perusahaan yang bergerak dalam
bidang gedung perkantoran serta hotel berbintang. Malahan bulan lalu, di tengah
kinerja berbagai bank merosot, Mooryati malahan menguasai sebuah bank papan
atas. “Ah…tapi bank tersebut tidak saya beli sendirian. Saya tetap hanya dodol
jamu, berjualan jamu saja,” katanya berkilah.
Roma memang tidak dibangun dalam sehari.
Demikian pula kerajaan bisnis Mooryati tidak tercipta dalam sekejap. Segala
macam sukses pada hari ini, bertolak belakang dengan suasana ketika pertengahan
tahun 1973 Mooryati dengan modal Rp. 25.000,- merintis bisnis dengan meramu
sendiri minuman beras kencur di garasi rumah, bersama dua orang pembantunya.
“Saya sengaja membikin beras kencur, karena paling gampang. Bisa dikerjakan
malam hari, paginya langsung saya bawa ke arisan atau ditawarkan dari rumah ke
rumah…”. Untuk menjamin mutu, bahan bakunya dibeli dari Solo, Jawa Tengah. Masa
itu Mooryati harus pulang balik Jakarta-Solo sekali seminggu naik bis malam,
karena modal terbatas. Dia juga harus membawa uang kontan, karena para penjual
bahan (jamu) belum mengenalnya. “Semuanya saya jalani dengan ikhlas…”.
Ketekunannya berusaha bisa menjadi teladan.
Tanpa menyerah, Mooryati secara cermat terus mengembangkan industrinya, terus
memperluas pasar dan menapak ke atas. Dua tahun setelah produk beras kencurnya
dimasyarakatkan, dengan pembantu berkembang menjadi sepuluh orang, produknya
berjumlah enam macam. Tetapi baru setelah lima tahun berjalan, dengan karyawan
sekitar 50 orang, produksinya mulai masuk ke salon-salon kecantikan.
Berkembangnya produksi penyebab munculnya
konflik situasi. Para karyawannya harus bekerja sampai malam, mereka ikut tidur
di rumah pribadinya yang sempit di Jalan Sawo. “Privacy keluarga mulai
terganggu.” Di setiap tempat banyak tumpukan botol atau bahan mentah jamu
berserakan, di segala sudut rumah ada orang bekerja. Maka saya segera putuskan,
membikin pabrik di Ciracas. Diresmikan pada tanggal 8 April 1987 oleh Menteri
Kesehatan Soewardjono Soeryaningrat..”
Berbareng dengan tumbuhnya kesadaran untuk kembali
ke alam, jamu dan kosmetika tradisional buatan Mooryati mulai berkembang pesat.
Produksinya tidak hanya dikonsumsi oleh masyarakat setempat, namun juga telah
diterima luas sejak dari Jepang sampai negara-negara di Timur Tengah. Jamu
tradisional tidak lagi sekedar hanya merupakan industri rumah tangga, melainkan
sudah tumbuh menjadi industri sekaligus eksportir raksasa.
Lahir di Solo pada tanggal 5 Januari 1928,
usianya yang sudah mulai senja sama sekali tidak pernah menyurutkan langkahnya.
Mooryati masih selalu tangkas, setangkas tokoh wayang Srikandi idamannya. Apa
resepnya meraih keberhasilan?
Matanya langsung
bersinar. Cepat sekali jawaban Mooryati, “Singkat saja, tekun dan sabar. Kalau
itu bisa dihayati, semua impian akhirnya pasti terwujudkan…”.
Sumber; litbang.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar